Pembangkit Nuklir Dinilai Bukan Opsi Terbaik untuk Kejar Bauran Energi

Sorta Tobing
17 Maret 2021, 13:37
pltn, nuklir, energi baru terbarukan
ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL
Ilustrasi. Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bukan opsi terbaik untuk mengejar bauran energi 23% di 2025.

Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bukan opsi terbaik untuk mengejar bauran energi 23% di 2025. Indonesia memiliki energi terbarukan, seperti matahari, angin, dan air, yang melimpah dan dapat dimanfaatkan untuk mencapai target tersebut. 

Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro Profesor Sudharto P Hadi mengatakan pemanfaatan nuklir bertentangan dengan prinsip kemandirian dan kedaulatan energi. “Karena bahan baku PLTN, yaitu uranium, harus impor,” katanya dalam webinar Diskusi dan Peluncuran Buku “PLTN Pilihan Terakhir” secara virtual, Rabu (17/3). 

Langkah pemerintah untuk membentuk undang-undang energi baru dan terbarukan (EBT) sebenarnya cukup positif untuk mendorong bauran energi. Namun, Sudharto menemukan keanehan dalam draf rancangan undang-undang itu.

Dalam pasal 7 sampai 12, terdapat aturan eksplisit tentang nuklir. “Namun, pembahasan energi terbaruan justru akan dibahas melalui peraturan pemerintah,” katanya. 

Padahal, pengembangan energi terbarukan di Indonesia berjalan sangat lamban. Realisasinya baru 11,5% pada tahun lalu. 

Alasan pengembangan energi terbarukan yang mahal dan tidak ekonomis seperti batu bara, minyak, dan gas bumi, menurut dia, tak lagi relevan. Perhitungannya sekarang harus adil dengan memasukkan dampak lingkungan dari eksploitasi dan aktivitas penambangan energi fosil tersebut.

Tantangan Pengembangan PLTN

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menyebut sebenarnya ada peluang untuk mengembangkan PLTN di negara ini. Keekonomian proyeknya semakin kompetitif karena perkembangan pembangkit nuklir skala kecil dan menengah. “Ini dapat memenuhi kebutuhan energi daerah terisolasi,” ucapnya. 

Kehadiran PLTN juga dapat menjamin pasokan energi dalam skala besar untuk kebutuhan industrialisasi. Selain itu, pembangkit energi baru tersebut dapat mendukung pencapaian penurunan target emisi Indoensia sebesar 29% di 2030. 

Namun, tantangannya adalah PLTN disebut sebagai pilihan terakhir pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional. “Tapi ini bukan titik, ada koma,” kata Purnomo. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...